Agus: Mereka Tidak Merasakan Bapaknya Dibunuh PKI - Kolumnis

Mobile Menu

Powered by Blogger.

MARITIM

More News

logoblog

Agus: Mereka Tidak Merasakan Bapaknya Dibunuh PKI

Friday, May 27, 2016
Agus Widjojo/ Jitu News
JakartaNETRAL.ID - Dalam satu kesempatan konferensi pers beberapa waktu lalu, salah satu tokoh Front Pancasila Alfian Tanjung menuding Gubernur Lemhanas (Lembaga Ketahanan Nasional) Letjen (Purn) Agus Widjojo cenderung PKI (Partai Komunis Indonesia). Pernyataannya itu beredar luas di situs berbagi video: Youtube.

Tudingan itu muncul ditengah upaya pemerintah salah satunya lewat Lemhanas melakukan upaya rekonsiliasi terhadap korban tragedi 65, dengan mengadakan simposium.

Namun, simposium yang ikut digagas Agus, selaku Ketua Pengarah, menimbulkan kecurigaan-kecurigaan. Sejumlah pihak menduga simposium yang dilaksanakan pada pertengahan April lalu itu adalah pertanda kebangkitan PKI. Tak ayal, wacana simposium tandingan pun bermunculan yang kabarnya didukung oleh sejumlah Purnawirawan TNI.

Tak hanya terkait simposium tandingan, di tubuh pemerintah sendiri juga kental terasa adanya perbedaan pendapat ihwal pengungkapan tragedi 1965 itu. Khususnya terkait perintah Presiden Joko Widodo mencari kuburan masal.

Apa yang sebenarnya terjadi ?

Simak wawancara dengan Agus Widjojo berikut ini?

Beberapa waktu lalu, tokoh front Pancasila menuding anda cenderung PKI. Itu benar?
Sebetulnya saya... Karena sekarang ini banyak ungkapan-ungkapan yang datang dari luapan emosi dari pada akal sehat. Kalau dari akal sehat saya bisa mempertanyakan kepada dia tunjukkan bukti-buktinya darimana. Sekarang pun terutama dengan adanya teknologi informasi, orang bisa melemparkan informasi itu secara tidak bertanggung jawab tanpa akuntabilitas sebetulnya itu fitnah.

Untuk apa mereka melakukan fitnah?
Nah kalau mereka mengklaim dirinya anti PKI, dan dulu PKI melakukan fitnah dan itu yang diperjuangkan untuk diberantas, sekarang banyak sekali komponen-komponen yang dahulunya berlawanan dengan PKI untuk memberantas fitnah, menggunakan fitnah itu sebagai senjata mereka. Itu kan ironis.

Pesan anda?
Saya harus katakan juga pada mereka, apapun yang mereka katakan, mereka tidak pernah merasakan bapaknya itu dibunuh oleh PKI. Itu aja saya berikan contoh.

Kajian Lemhanas sendiri, paham komunisme ini mengancam ketahanan negara atau tidak?
Perasaan mengancam ini kan juga kita ambil dari pengalaman sejarah. Bagaimana mereka berkali-kali muncul dengan pola dan strategi yang sama yang berujung pada usaha perebutan kekuasaan melalui tindakan kekerasan yang mengakibatkan jatuhnya korban. Karena itu kita hadapi terus menerus di dalam perjalanan sejarah bangsa, yang menimbulkan trauma. Bagaimanapun, rasa takut ada pada kelompok yang berlawanan.

Cara mengantisipasinya?
Oleh karena itu diperlukan sikap menahan diri dan membangun rasa saling percaya kepada pihak yang saling berlawanan. Meninggalkan dan menanggalkan masa lalu nya, memulai kehidupan yang baru dengan memulihkan harkat dan martabat manusia dalam masyarakat Indonesia baru.

Komunisme itu katanya akan tetap ada selama kemiskinan dan kesenjangan itu masih ada. Menurut anda?
Ya kita perlu melakukan analisis secara cermat terhadapasemua faktor yang berlaku termasuk konteksnya. Apa yang dulu menyebabkan komunisme dan apa bedanya dengan sekarang. Walaupun tidak bisa dikatakan bahwa kita belum melakukan eksperimentasi demokrasi. Tapi demokrasi yang coba kita praktekkan dulu masih kental dengan kultur tradisional yang paternalistik.

Maksudnya?
Karena masyarakat belum mempunyai instrumen untuk mencari solusi terhadap perbedaan. Terutama perbedaan politik secara damai. Dan juga sistem politiknya belum dibekali instrumen check and balances dan kontrol yang efektif. Dan ini termakan oleh sikap kita yang cenderung absolut. Hitam putih.

Bagaimana dengan sekarang?
Sekarang sudah berbeda, karena sudah demokrasi, check and balances sudah berjalan, kontrol semua sudah berjalan, seperti legislatif,  civil society dan lainnya. Sehingga kalau itu terjadi pada tahun ini, saya rasa tidak terjadi, oleh karena itu kita mengadakan refleksi dalam konteks 50 tahun yang lalu. Berbeda dengan Indonesia tahun 2016 ini.

Artinya, jika paham komunisme kembali mencuat, itu tidak akan ada persoalan berarti bagi Indonesia?
Sebetulnya tidak. Kalau kita sudah bisa mengefektifkan semua instrumen dan sarana demokrasi. Dan kita sendiri secara individual juga sudah mengadakan refleksi.

Baiknya bagaimana masyarakat menyikapi isu-isu PKI saat ini?
Sebaiknya masing-masing itu menahan diri dan menggunakan akal sehat. Memilahkan mana informasi yang didasarkan fakta, dan mana lemparan yang emosional dengan tujuan tertentu. Tahapan ini memang tidak bisa dihindari, karena ini adalah tahapan pencerahan bangsa dan masyarakat, yang sebetulnya dipicu oleh adanya simposium. Dan simposium memang bertujuan membangun kesadaran terhadap tragedi 65 melalui pendekatan kesejarahan yang objektif dan faktual.